Salah satu jenis hama yang sangat merugikan pada tanaman kelapa dan kelapa sawit adalah kumbang nyiur atau kumbang moncong (Oryctes rhinoceros). Serangan kumbang ini dapat menyebabkan kematian baik pada tanaman muda maupun yang sudah cukup tua.
Untuk menanggulangi kumbang ini berbagai upaya pengendalian telah dilakukan, baik secara fisik mekanik, kimia maupun secara biologis. Salah satu agensia pengendalian hayati yang digunakan adalah M. anisopliae juga bisa digunakan untuk mengendalikan wereng yang menyerang pada tanaman pagi.
Penggunaan cendawan M.aniopliae ini sangat efektif dalam menekan larva O. rhinoceros, dapat dikembangkan dengan cepat dalam jumlah besar, baik secara alami berupa larva O. rhinoceros yang sudah terinfeksi maupun dengan media buatan dari jagung, beras dan gandum.
Kemampuan cendawan Metarrhizium anisopliae dalam menginfeksi O. rhinoceros tergantung pada kualitas cendawan tersebut, yang meliputi jumlah sporanya (sporulasi), viabilitas dan patogenisitasnya (gabriel, 1989). Kualitas cendawan akan mempengaruhi kehidupan larva O. rhinoceros, karena semakin baik kualitas cendawan maka larva yang terinfeksi akan semakin cepat mati.
Mekanisme Kerja Metarhizium anisopliae
Ellyda (1982) memberikan contoh dengan menaburkan Metarhizium anisopliae secara merata pada sarang O. rhinoceros dengan kedalam 25-30 cm sebanyak 15-2- gr/m2 ternyata dapat mematikan larva O. rhinoceros sebanyak 52%.
Dalam hal ini kontak langsung antara konidia dengan tubuh memegang peranan dalam penularan, karena menghasilkan patogenisitas terbanyak adalah dengan kontak langsung (Zelazny, 1988). Bila larva memakan ransum yang dicampur dengan M. anisopliae maka tinja yang dikeluarkan akan mengandung konidia. Hal ini dapat membantu penyebaran M. anisopliae (Sungkowo, 1985), Metarhizium anisopliae terbukti cukup aman terhadap hewan yaitu, tikus sehingga aman untuk digunakan dalam pengendalian hama secara mikrobiologi (Gabriel dan Rivatno, 1989).
Roberts(1981) menyatakan bahwa perkembangan penyakit akibat serangan M. anispliae pada serangga dapat dibagi dalam sembilan tahap :
- Penempelan bagian infektif yaitu konidia pada kutikula serangga.
- Perkecambahan konidia pada kutikula.
- Penetrasi tabung kecambah atau apresorium ke dalam kutikula.
- Perbanyakan hifa pada haemocoel.
- Produksi toksin yang dapat merusak struktur membran sel.
- Kematian inang.
- Pertumbuhan dalam fase miselium dengan penyebaran miselium ke seluruh organ tubuh serangga.
- Penetrasi hifa dari kutikula keluar tubuh serangga.
- Produksi bagian infektif (konidia) di luar tubuh serangga.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan Metarhizium anisopliae sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan antara lain suhu, sinar matahari, pH dan kelembaban (Soenardi, 1978).
Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur Metarhizium terutama untuk pertumbuhan dan perkecambahan konidia serta patogenesitasnya. Batasan suhu untuk pertumbuhan jamur antara 5-35oC, pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 23-25oC. Konidia akan tumbuh dengan baik dan maksimum pada kelembaban 80-92% (Burges dan Hussey, 1971).
Perkembangan konidia jamur M. anisopliae dapat terhambat apabila terkena sinar matahari langsung selama satu minggu, sedangkan konidia yang terlindung dari sinar matahari mempunyai viabilitas yang tinggi meskipun disimpan lebih dari tiga minggu (Storey dan Garner, 1988). Pada suhu 8oC konidia yang disimpan pada kondisi gelap selama 3-5 hari masih mampu berkecambah 90%, sedangkan pada keadaan terang hanya 50%.
Dalam beberapa penelitian pH media berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur Metarhizium. Tingkat pH yang sesuai berkisar antara 3,3-8,5, sedangkan pertumbuhan optimal terjadi pada pH 6,5 (Burges, 1981).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar