Jumat, 30 Maret 2018

Fenomena Leaf Brown pada Kelapa Sawit

Latar Belakang

"Leaf Brown" Fenomena yang sangat menarik untuk dijadikan bahan perbincangan dalam berbagai kesempatan khususnya bagi para praktisi perkebunan atau bagi para planters serta bagi kalangan peneliti yang tertarik mengkaji berbagai hal yang berhubungan dengan Tanaman Kelapa Sawit. Sepanjang perjalanan penulis yang saat ini berprofesi sebagai konsultan perkebunan disalah satu perusahaan yang bergerak didalam usaha bidang pupuk organik, ternyata fenomena "leaf brown" terjadi dibeberapa wilayah dan sebagian besar terjadi di sumatera dan kalimantan. Bahkan dibeberapa lokasi perkebunan sawit di wilayah jambi yang mengalami leaf brown, selain fenomena leaf brown juga terjadi patah pangkal pelepah yang bersamaan dengan fenomena leaf brown disamping  juga ditemukan beberapa gejala defisiensi unsur K. Pada kesempatan ini penulis ingin berbagi pengalaman tentang penanganan fenomena Leaf Brown, serta sudah munculnya kekhawatiran yang berlebihan dalam mensikapi fenomena leaf brown. Beberapa pertanyaan yang timbul akibat fenomena Leaf Brown, antara lain, apakah leaf brown merupakan salah satu tanda serangan dari hama penyakit, dan apakah leaf brown secara langsung akan berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit, serta apakah leaf brown dapat menyebabkan kematian pada tanaman kelapa sawit serta apakah leaf brown juga merupakan tanda defisiensi unsur hara.


"Identitas Leaf Brown"
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memilki batas toleransi yang memilki batas toleransi yang sangat lebar. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan berkembang baik pada kondisi pH yang asam hingga pH yang basa, walaupun secara optimal pada pH 5,5 hingga pH 6,5. Tanaman kelapa sawit. Berbicara tentang pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit tidak akan lepas dengan prinsip keseimbangan unsur hara. Pada umumnya jika terjadi ketidak seimbangan unsur hara pada berbagai jenis tanaman akan menimbulkan berbagai jenis tanaman akan menimbulkan berbagai macam  gejala. Pada tanaman kelapa sawit, gejala ketidakseimbangan unsur hara akan terlihat mulai dari warna daun, bentuk helaian daun maupun bentuk batang. Adapun mengenai istilah Leaf Brown, yang menjadi inti pembahasan dalam tulisan ini ditandai  dengan secara merata pelepah tertua mulai dari pelepah paling bawah hingga pelepah kedua maupun pelepah ketiga, bagian permukaan daun berwarna coklat kemerah-merahan, namun warna coklat hanya pada bagian epidermis helaian daun bagian atas saja dan tidak sampai pada bagian bawah daun saja. Leaf brown atau orang menyebutnya karat daun yang disebabkan oleh alga hijau atau dikenal dengan nama Cephaleuros Virescens. Fokus perhatian para praktisi perkebunan terhadap gangguan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit dewasa ini cenderung meningkat  seiring dengan semakin berkembangnya pertumbuhan industri pendukung pada perkebunan kelapa sawit. Munculnya penyakit Busuk pangkal batang Ganoderma pada perkebunan kelapa sawit sehingga saat di temukan munculnya penyakit baru seperti karat daun "leaf brown" dan sifat  penyebarannya meluas hingga diseluruh wilayah Indonesia yang memiliki perkebunan kelapa sawit menambah kekhawatiran yang pada akhirnya memunculkan berbagai macam dugaan terhadap penurunan produksi disebabkan salah satunya karena muncul penyakit karat daun.

Area penyebaran Leaf Brown

Penyebaran penyakit karat daun terutama di negara Indonesia dan negara Malaysia yang merupakan dua negara terbesar yang memiliki perkebunan kelapa sawit. Di Indonesia, penyakit karat daun pada tanaman kelapa sawit terutama di wilayah Sumatera, khususnya di wilayah jambi dan Sumatera barat. Selain itu, jauh hari sebelumnya yaitu pada tahun 1998 telah dilaporkan adanya serangan karat daun yang cukup serius di kebun PIR Prafi, Manokwari, Papua. PT Perkebunan Nusantara II, meliputi areal seluas 4.055 Ha, terdiri atas serangan berat 554 ha, sedang 1697 ha dan ringan 1804 ha. Bahkan pada saat bulan Januari hingga bulan Februari 2018 penulis melakukan kunjungan ke beberapa wilayah perkebunan kelapa sawit mulai dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan daerah Jambi dan Muara Bungo serta di wilayah Dharmasraya, Sumatera Barat penyebaran penyakit  karat daun pada tanaman kelapa sawit sudah semakin meluas. Berdasarkan informasi dan realitas seperti yang dikemukakan diatas maka diperlukan penelitian yang lebih mendasar tentang bioekologi serta kerugian yang ditimbulkan serta teknik pengendalian terhadap penyakit karat daun di tanaman kelapa sawit.

"Dampak Leaf Brown"
Penyakit Karat Daun "Leaf Brown" pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh Cephaleuros Virescensdewasa ini sering dianggap sebagai salah satu penyakit di perkebunan kelapa sawit yang diduga berdampak terhadap penurunan produksi kelapa sawit secara tidak langsung, walaupun belum ada sebelumnya penelitian yang membuktikan dan mendukung dugaan tersebut. Namun sebaliknya penelitian yang telah dilakukan oleh salah satu lembaga penelitian yang menitik beratkan pada penelitian khususnya ditanaman kelapa sawit membuktikan bahwa pengaruh penyakit karat daun pada tanaman kelapa sawit tidak ada korelasi positif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penurunan produksi. Dampak negatif akibat karat daun pada tanaman kelapa sawit sangat kecil sebab karat daun hanya menyerang daun tua yang kontribusinya pada proses fotosintesis kecil C. Virescens hanya hidup dibagian permukaan atas daun dan penutupnya tidak seratus persen padahal sebagian besar stomata permukaan bawah daun, dan tingkat parasaitasi rendah yaitu hanya sedikit yang merusak di jaringan epideermis daun dan tidak menembus ke bagian daun yang lebih dalam. Selain itu, pelepah daun tua tersebut secara periodik akan di potong pada waktu kegiatan panen atau pada saat kegiatan penunasan pelepah dilakukan. Kondisi iklim di negara Indonesia pada umumnya sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan Cephaleuros Virescens dan penyakit karat daun lebih banyak terlihat di tanaman yang lokasinya dekat dengan jalan lintas serta pada tanah yang memiliki tipe tanah termasuk lempuung.

"Penanggulangan Leaf Brown"
Perkembangan ganggang Cephaleuros Virescens terutama dipengaruhi oleh kelembaban udara. Semakin rendah kelembaban udara maka kepadatan populasi ganggang tersebut juga semakin rendah begitupula sebaliknya jika kelembaban udaranya tinggi maka perkembangan populasi ganggang tersebut juga semakintinggi. Pada awalnya sebagian kalangan praktisi dan peneliti di perkebunan kelapa sawit menyakini bahwa karat daun hanya menyerang tanaman yang lemah akibat adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai atau karena kekurangan unsur hara, namun pada perkembangannya ternyata penyakit karat daun juga menyerang karat daun juga menyerang tanaman kelapa sawit yang tumbuh subur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh George dkk, menunjukkan bahwa karat daun pada tanaman kelapa sawit dapat dikendalikan dengan fungisida yang berbahan aktif mengandung logam dan yang berbahan aktif mengandung logam dan yang berbahan aktif klorotalonil. Selain pengendalian secara kimia dilakukan maka pengendalian secara bioekologi juga bisa dilakukan dengan cara merekayasa kondisi lingkungan sekitar menjadi lingkungan yang tidak disukai ganggang Cephaleuros Virescens, menjaga kelembaban udara selalu rendah dan disiplin untuk selalu melakukan kegiatan prunning (penunasan tepat waktu) sehingga mengurangi kelembaban udara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar